Sabtu, 21 April 2012

Ethics/Etika Bisnis Di Indonesia Tak Berjalan Di Indonesia

Ethics/Etika Bisnis Di Indonesia Tak Berjalan Di Indonesia

Bahkan, kelakuan buruk itu ternyata juga dibawa pengusaha kita ke luar negeri saat berbisnis di mancanegara. 

Hasil survei terbaru Transparansi Internasional tentang kecenderungan pebisnis menyuap menunjukkan pebisnis Indonesia masuk peringkat keempat terburuk di dunia. 

Dalam survei yang melibatkan 28 negara ekonomi besar dunia dan meneliti secara fokus perilaku pengusaha saat berbisnis di luar negeri itu, Indonesia masuk peringkat atas bersama Rusia, China, dan Meksiko. 

Penelitian itu secara gamblang juga memaparkan penyebab dari praktik tidak terpuji itu. Faktor yang penting ialah akibat rendahnya reformasi antisuap di negara masing-masing. 

Tingginya tingkat penyuapan yang dilakukan pengusaha dari satu negara dilaporkan berbanding lurus dengan rendahnya reformasi antisuap yang dijalankan di negara asal. 

Hasil survei itu mencemaskan sekaligus memalukan. Mencemaskan, karena semakin terbukti program pemberantasan korupsi yang dijalankan dengan hiruk-pikuk di negeri ini telah gagal. Korupsi yang telah menjadi penyakit kronis semakin sulit disembuhkan, bahkan bertambah parah. Memalukan karena dalam urusan yang buruk-buruk, Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia. Sebaliknya untuk urusan yang baik-baik, kita selalu tercecer di daftar paling dasar. 

Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance

Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Bahkan, kelakuan buruk itu ternyata juga dibawa pengusaha kita ke luar negeri saat berbisnis di mancanegara. 
Hasil survei terbaru Transparansi Internasional tentang kecenderungan pebisnis menyuap menunjukkan pebisnis Indonesia masuk peringkat keempat terburuk di dunia. 

Dalam survei yang melibatkan 28 negara ekonomi besar dunia dan meneliti secara fokus perilaku pengusaha saat berbisnis di luar negeri itu, Indonesia masuk peringkat atas bersama Rusia, China, dan Meksiko. 

Penelitian itu secara gamblang juga memaparkan penyebab dari praktik tidak terpuji itu. Faktor yang penting ialah akibat rendahnya reformasi antisuap di negara masing-masing. 

Tingginya tingkat penyuapan yang dilakukan pengusaha dari satu negara dilaporkan berbanding lurus dengan rendahnya reformasi antisuap yang dijalankan di negara asal. 

Hasil survei itu mencemaskan sekaligus memalukan. Mencemaskan, karena semakin terbukti program pemberantasan korupsi yang dijalankan dengan hiruk-pikuk di negeri ini telah gagal. Korupsi yang telah menjadi penyakit kronis semakin sulit disembuhkan, bahkan bertambah parah. Memalukan karena dalam urusan yang buruk-buruk, Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia. Sebaliknya untuk urusan yang baik-baik, kita selalu tercecer di daftar paling dasar. 

Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance

Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Hasil survei terbaru Transparansi Internasional tentang kecenderungan pebisnis menyuap menunjukkan pebisnis Indonesia masuk peringkat keempat terburuk di dunia. 
Dalam survei yang melibatkan 28 negara ekonomi besar dunia dan meneliti secara fokus perilaku pengusaha saat berbisnis di luar negeri itu, Indonesia masuk peringkat atas bersama Rusia, China, dan Meksiko. 

Penelitian itu secara gamblang juga memaparkan penyebab dari praktik tidak terpuji itu. Faktor yang penting ialah akibat rendahnya reformasi antisuap di negara masing-masing. 

Tingginya tingkat penyuapan yang dilakukan pengusaha dari satu negara dilaporkan berbanding lurus dengan rendahnya reformasi antisuap yang dijalankan di negara asal. 

Hasil survei itu mencemaskan sekaligus memalukan. Mencemaskan, karena semakin terbukti program pemberantasan korupsi yang dijalankan dengan hiruk-pikuk di negeri ini telah gagal. Korupsi yang telah menjadi penyakit kronis semakin sulit disembuhkan, bahkan bertambah parah. Memalukan karena dalam urusan yang buruk-buruk, Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia. Sebaliknya untuk urusan yang baik-baik, kita selalu tercecer di daftar paling dasar. 

Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance

Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Dalam survei yang melibatkan 28 negara ekonomi besar dunia dan meneliti secara fokus perilaku pengusaha saat berbisnis di luar negeri itu, Indonesia masuk peringkat atas bersama Rusia, China, dan Meksiko. 
Penelitian itu secara gamblang juga memaparkan penyebab dari praktik tidak terpuji itu. Faktor yang penting ialah akibat rendahnya reformasi antisuap di negara masing-masing. 

Tingginya tingkat penyuapan yang dilakukan pengusaha dari satu negara dilaporkan berbanding lurus dengan rendahnya reformasi antisuap yang dijalankan di negara asal. 

Hasil survei itu mencemaskan sekaligus memalukan. Mencemaskan, karena semakin terbukti program pemberantasan korupsi yang dijalankan dengan hiruk-pikuk di negeri ini telah gagal. Korupsi yang telah menjadi penyakit kronis semakin sulit disembuhkan, bahkan bertambah parah. Memalukan karena dalam urusan yang buruk-buruk, Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia. Sebaliknya untuk urusan yang baik-baik, kita selalu tercecer di daftar paling dasar. 

Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance

Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Penelitian itu secara gamblang juga memaparkan penyebab dari praktik tidak terpuji itu. Faktor yang penting ialah akibat rendahnya reformasi antisuap di negara masing-masing. 
Tingginya tingkat penyuapan yang dilakukan pengusaha dari satu negara dilaporkan berbanding lurus dengan rendahnya reformasi antisuap yang dijalankan di negara asal. 

Hasil survei itu mencemaskan sekaligus memalukan. Mencemaskan, karena semakin terbukti program pemberantasan korupsi yang dijalankan dengan hiruk-pikuk di negeri ini telah gagal. Korupsi yang telah menjadi penyakit kronis semakin sulit disembuhkan, bahkan bertambah parah. Memalukan karena dalam urusan yang buruk-buruk, Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia. Sebaliknya untuk urusan yang baik-baik, kita selalu tercecer di daftar paling dasar. 

Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance

Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Tingginya tingkat penyuapan yang dilakukan pengusaha dari satu negara dilaporkan berbanding lurus dengan rendahnya reformasi antisuap yang dijalankan di negara asal. 
Hasil survei itu mencemaskan sekaligus memalukan. Mencemaskan, karena semakin terbukti program pemberantasan korupsi yang dijalankan dengan hiruk-pikuk di negeri ini telah gagal. Korupsi yang telah menjadi penyakit kronis semakin sulit disembuhkan, bahkan bertambah parah. Memalukan karena dalam urusan yang buruk-buruk, Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia. Sebaliknya untuk urusan yang baik-baik, kita selalu tercecer di daftar paling dasar. 

Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance

Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Hasil survei itu mencemaskan sekaligus memalukan. Mencemaskan, karena semakin terbukti program pemberantasan korupsi yang dijalankan dengan hiruk-pikuk di negeri ini telah gagal. Korupsi yang telah menjadi penyakit kronis semakin sulit disembuhkan, bahkan bertambah parah. Memalukan karena dalam urusan yang buruk-buruk, Indonesia selalu masuk peringkat atas dunia. Sebaliknya untuk urusan yang baik-baik, kita selalu tercecer di daftar paling dasar. 
Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance

Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Tentu tidak adil untuk menggeneralisasi hasil survei itu dengan menarik kesimpulan bahwa seluruh pengusaha kita gemar menyuap, apalagi di luar negeri. Kita percaya masih ada pengusaha Indonesia yang jujur dan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip clean and good corporate governance
Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 

Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Akan tetapi, di negeri yang tergolong terkorup di dunia ini, orang jujur dan bersih merupakan pengecualian. Tidak aneh bila perilaku minus itu juga dibawa ke luar negeri yang akan semakin memerosotkan kepercayaan internasional terhadap bangsa ini. 
Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek. 

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Adalah perlu untuk menggarisbawahi penyebab perilaku busuk itu, yaitu rendahnya reformasi antisuap yang merupakan produk pemerintah dan DPR. Pengusaha di Indonesia terpaksa menyuap karena sistem yang ada mengharuskan mereka menyuap agar memperoleh proyek.
Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.

Bahkan, suap-menyuap dan korupsi justru semakin ganas terjadi di masa presiden dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat serta di era ketika DPR memiliki kekuasaan yang besar sekarang ini.
Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir. Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis.
Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan Teknologi.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Seperti disampaikan Sekjen Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar, Minggu (11/10), sejatinya peresmian akan dilakukan pada Senin (12/10). Namun karena ada beberapa hal teknis yang belum selesai, maka diundur.
Palapa Ring merupakan megaproyek pembangunan tulang punggung (backbone) serat optik yang diinisiasi oleh Pemerintah (Cq. Menkominfo), terdiri dari 35.280 kilometer serat optik bawah laut (submarine cable) dan 21.708 kilometer serat optik bawah tanah (inland cable). Kabel backbone yang terdiri dari 7 cincin (ring) melingkupi 33 provinsi dan 460 kabupaten di Kawasan Timur Indonesia.
Mataram-Kupang Cable System merupakan bagian dari proyek pembangunan backbone di KTI yang mencakup Mataram-Kupang, Manado-Sorong, dan Fakfak-Makassar. Proyek Mataram Kupang Cable System merupakan inisiatif Telkom untuk mendukung percepatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang diharapkan selesai akhir September 2010.
Percepatan pembangunan backbone Mataram Kupang didorong oleh perubahan mendasar pada layanan Telkom. “Bila pada masa lalu layanan Telkom lebih banyak berbasis voice, maka dewasa ini telah berubah menjadi TIME (Telecommunication, Information, Media dan Edutainment),” jelas Edy Kurnia. Ia meyakini KTI sebagaimana wilayah lain di Indonesia sangat memerlukan layanan TIME untuk lebih memajukan wilayahnya.

Hi, Sobat Kang Wahyu, Apa kabar? Luar biasa. Negara kita sedang di landa krisis yang begitu hebat. Salah satu krisis yang besar adalah krisis Etika Dalam Berbisnis.

ETIKA BISNIS TAK BERJALAN DI INDONESIA:
ADA APA DALAM CORPORATE GOVERNANCE?
Niki Lukviarman
Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang
http://journal.uii.ac.id/index.php/JSB/article/viewFile/998/929

KENAPA CORPORATE GOVERNANCE?
Salah satu alternatif jawaban atas pertanyaan ini dapat dilihat
dari sudut pandang organisasi sebagai sebuah sistem. Fenomena ini dapat
diamati melalui pemahaman bahwa sebuah sistem terdiri dari berbagai
komponen (sub-system) seperti “perusahaan” dan kelembagaan (institusi)
lainnya yang akan berinteraksi di dalam sistem tersebut.
BATURAJA – Sepanjang 2009, banyak kasus perselisihan yang melibatkan buruh dengan pengusaha. Data di Dinas Tenaga Kerja dan Sosial OKU, ada 12 kasus perselisihan buruh dengan pengusaha. ‘’Perselisihan ini dipicu masalah pemutusan hubungan kerja (PHK),’’ ujar Kadisnaker dan Sosial OKU Kait Efendi SH melalui Kabid Hubungan Industrial dan Pengawasan Son Ezoni SE, kemarin. Akibat di-PHK, hak-hak karyawan tak dipenuhi.  ‘’Buruh ini lalu menuntut dan minta bantu penyelesaian di Disnaker dan Sosial,” ungkap Son Ezoni.Hanya saja, sebagian besar perselisihan, terjadi dalam PHK terhadap buruh secara individu dan bukan massal.  ‘’Dari 12 kasus yang masuk, 2 kasus terpaksa diteruskan ke tahapan pengadilan perselisihan hubungan industrial (PPHI) di Palembang,’’ ujarnya.Sedangkan sisanya diselesaikan melalui jalur mediasi. ‘’Artinya, apa yang dikehendaki sama-sama dapat diterima kedua belah pihak baik buruh maupun pengusaha. Gugatan dapat diteruskan ke PPHI jika ada salah satu pihak tak bisa menerima penyelesaian melalui jalur mediasi,” ujarnya.Dikatakannya, yang banyak terjadi, dalam PHK perusahaan terkadang ‘menahan’ hak karyawan seperti pesangon untuk tidak diberikan kepada buruh. ‘’Ini yang menyebabkan terjadinya perselisihan,’’ ujarnya.

SOGOK-MENYOGOK dalam berbisnis sudah lazim di negeri ini. Pengusaha yang ingin mendapatkan proyek harus menyogok penyelenggara negara. Publik pun sudah mengenal tabiat tidak terpuji itu.
Latar Belakang
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar berupa grup-grup bisnis raksasa yang memproduksi barang dan jasa melalui anak-anak perusahaannya yang menguasai pangsa pasar yang secara luas menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat banyak, khususnya pengusaha menengah ke bawah. Kekhawatiran tersebut menimbulkan kecurigaan telah terjadinya suatu perbuatan tidak wajar dalam pengelolaan bisnis mereka dan berdampak sangat merugikan perusahaan lain.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat.
Peluang-peluang yang diberikan pemerintah pada masa orde baru telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya.

2.1 Landasan Teori
Etika bisnis merupakan etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para kompetitor. Etika itu sendiri merupakan dasar moral, yaitu nilai-nilai mengenai apa yang baik dan buruk serta berhubungan dengan hak dan kewajiban moral.
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1.Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2.Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3.Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4.Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5.Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.
Contoh Kasus
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) optimis dapat menyelesaikan dengan baik pembangunan backbone serat optik Mataram Kupang (Mataram-Kupang Cable System) sepanjang 1.041 km meski ada penundaan peresmian dimulainya proyek tersebut. Demikian dinyatakan Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia.
Peresmian dimulainya proyek Mataram-Kupang Cable System semula dijadwalkan pada 12 Oktober 2009 oleh President Susilo Bambang Yudhoyono. Namun karena jadwal Presiden yang begitu padat, rencana peresmian sedang dijadwal ulang.
Diungkapkan Basuki, berdasarkan informasi yang diterimanya proses tender untuk vendor yang dimiliki Telkom belum selesai. “Saya dengar tinggal tiga vendor. Tetapi ini tidak bisa main tunjuk langsung. Saya setuju jika mengikuti peraturan saja. Lebih baik ditunda ketimbang mencari terobosan dalam tender tetapi bermasalah nanti di mata hukum,“ jelas Basuki Yusuf Iskandar.
Ditegaskan Eddy Kurnia, penundaan peresmian proyek yang juga dikenal sebagai bagian dari Proyek Palapa Ring tersebut sama sekali tidak akan mengganggu jadwal proyek secara keseluruhan yang ditargetkan selesai pada tahun 2010. “Telkom akan terus fokus menyiapkan sebaik mungkin segala sesuatunya, baik proses maupun penggelarannya,” ujarnya.
Telkom memandang penundaan peresmian dimulainya proyek Palapa Ring sebagai peluang untuk lebih menyempurnakan dan mereview kembali keseluruhan pelaksanaan proyek tersebut sehingga seluruh proses tidak ada yang tertinggal. Mengenai waktu peresmian proyek Mataram Kupang Cable System tersebut, Telkom akan mengikuti jadwal yang ditetapkan oleh Pemerintah. “Dalam hal event ini, Telkom dalam posisi ikut saja, artinya kapan saja Pemerintah berkeinginan memulai, kami siap,” tegas Eddy Kurnia.
Backbone serat optik Mataram Kupang (Mataram Kupang Cable System), memiliki 6 Landing Point di kota Mataram, Sumbawa Besar, Raba, Waingapu dan Kupang, serta 810 Km darat dengan 15 node di kota Mataram, Pringgabaya, Newmont, Taliwang, Sumbawa Besar, Ampang, Dompu, Raba, Labuhan Bajo, Ruteng, Bajawa, Ende, Maumere, Waingapu, dan Kupang.
Percepatan pembangunan backbone Mataram Kupang didorong oleh perubahan mendasar pada layanan Telkom. “Bila pada masa lalu layanan Telkom lebih banyak berbasis voice, maka dewasa ini telah berubah menjadi TIME (Telecommunication, Information, Media dan Edutainment),” jelas Edy Kurnia. Ia meyakini KTI sebagaimana wilayah lain di Indonesia sangat memerlukan layanan TIME untuk lebih memajukan wilayahnya.

Kesimpulan
Telkom memandang penundaan peresmian dimulainya proyek Palapa Ring sebagai peluang untuk lebih menyempurnakan dan mereview kembali keseluruhan pelaksanaan proyek tersebut sehingga seluruh proses tidak ada yang tertinggal. Mengenai waktu peresmian proyek Mataram Kupang Cable System tersebut, Telkom akan mengikuti jadwal yang ditetapkan oleh Pemerintah. “Dalam hal event ini, Telkom dalam posisi ikut saja, artinya kapan saja Pemerintah berkeinginan memulai, kami siap,” tegas Eddy Kurnia.





Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ethics/Etika Bisnis Di Indonesia Tak Berjalan Di Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar